Photobucket

BAB II (LANDASAN TEORI)

BAB II
LANDASAN TEORI


2.1     Kerangka teori
2.1.1    Pengertian Penjualan Angsuran

          Dalam sistem penjualan angsuran , pembeli diharuskan membayar sejumlah uang muka dan sisanya disepakati akan dibayar dengan diberikan bunga dan dalam pembayarannya dilakukan dalam beberapa kali cicilan. Penjual biasanya menahan hak pemilkan atas barang tersebut atau pembeli memberikan suatu jaminan atas kredit yang ia peroleh.
         Penjualan angsuran adalah penjualan yang dilakukan dengan perjanjian dimana dengan pembayarannya dilaksanakan secara bertahap, yaitu :
1.    Pada saat barang-barang diserahkan kepada pembeli, penjual menerima pembayaran pertama sebagian dari harta penjualan (diberikan down payment).
2.    Sisanya dibayar dengan beberapa kali angsuran.
        Penjualan angsuran yaitu penjualan harta benda tak bergerak yang sering kali dilakukan berdasarkan rencana pembayaran yang ditangguhkan, dimana pihak penjualan menerma uang muka (down payment) dan sisanya dalam bentuk pembayaran angsuran. (Allan Drebin, 1996;121)
       Penjualan angsuran adalah penjualan yang pembayarannya diterima dalam beberapa kali angsuran periodik selama jangka waktu beberapa bulan atau tahun. (Dewi Rantnaningsih, 1993;123).
Rencana pembayaran angsuran seperti ini telah digunakan secara luas oleh penjual harta benda tak bergerak pribadi dan orang-orang yang menjual jasa pribadi. Rencana pembayaran angsuran ini bisanya menyangkut penjualan yang berkisar dari kendaraan mobil, motor, sampai air travel.
       Penjual angsuran dapat dilakukan dalam beberapa kali angsuran periodik selama jangka waktu beberapa bulan dan tahun. Periode pembayaran berkisar antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun yang digunakan dalam penjualan harta benda tak bergerak dan digunakan dalam penjualan barang-barang bergerak, misalnya penjualan tanah dan bangunan. Sedangkan pada penjualan angsuran dimana periode pembayarannya berangsur lama akan memberikan peluang adanya resiko tak tertagihnya piutang.

2.1.2    Bentuk-bentuk Perjanjian Panjualan Angsuran

       Untuk melindungi kepentingan penjual dari kemungkinan tidak ditepatinya kewajiban-kewajiban oleh pihak pembeli, maka terdapat beberapa perjanjian penjualan angsuran angsuran, yaitu :
1.    Perjanjian penjualan bersyarat, dimana barang-barang telah diserahkan tetapi hak atas barang-barang masih berada ditangan penjual sampai seluruh pembayarannya lunas
2.    Pada saat perjanjian ditanda tangani dan pembayaran pertamanya telah dilakukan, hak milik dapat diserahkan kepada pembeli tetapi dengan menggadaikan atau menghipotikan untuk bagian harga penjualan yang belum dibayar kepada pembeli.
3.    Hak milik atas barang-barang untuk sementara diserahkan kepada suatu badan ‘Trust” (Truste) sampai pembayaran lunas oleh pembeli, baru truste menyerahkan hak atas barang-barang itu kepada pembeli.
4.    Beli-sewa (Lease-Purchase), dimana barang-barang yang telah diserahkan kepada pembeli, pembayaran angsuran dianggap sewa sampai harga dalam kontrak telah dibayar lunas, baru setelah hak milik pindah kepada pembeli.
      Penjualan angsuran dengan bentuk-bentuk perjanjian tersebut diatas biasanya digunakan untuk barang-barang tidak bergerak seperti gedung, tanah, dan aktiva tahan lama lainnya. Untuk penjualan barang-barang bergerak biasanya penjualan angsuran dilaksanakan dengan perjanjian-perjanjian teretntu antara penjual dan pembeli dengan syarat-syarat dan jaminan yang saling menguntungkan, khususnya dari pihak penjual tidak akan dirugikan terlalu besar apabila tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban oleh pembeli.

2.1.3    Pengertian Piutang
Dengan adanya penjualan secara angsuran, megakibatkan piutang perusahaan bertambah
Piutang adalah klaim terhadap pelanggan dan yang lain atas uang, barang, atau jasa. (Kieso dan weygandt, 1995;415).

2.1.4    Klasifikasi Piutang
·   Berdasarkan sebab terjadinya
1.    Piutang dagang adalah piutang yang timbul dari transaksi penjualan barang atau jasa perusahaan secara kredit dalam rangka kegiatan perusahaan.
2.    Piutang non dagang atau piutang lain, adalah piutang yang timbul dari transaksi selain penjualan barang atau jasa diluar kegiatan perusahaan.
·    Berdasarkan jangka waktunya pembayarannya
1.    Piutang jangka pendek, adalah piutang yang mempunyai saat jatuh tempo kurang dari satu tahun siklus operasi usaha perusahaan.
2.    Piuatang jangka panjang,adalah piutang yang mempunyai saat jatuh tempo lebih dari satu tahun siklus operasi perusahaan.
·    Berdasarkan bentuk perjanjiannya
1.    Piutang tidak tertulis, yaitu piutang yang tidak didukung oleh surat pendukug hutang piutang
2.    Piutang wesel yaitu putang yang diddukung oleh surat perjanjian.
   
2.1.5    Penilaian Resiko Kredit dan Penyaringan Para Langganan

       Resiko kredit dalah resiko tidak terbayarnya kredit yang telah diberikan kepada para pelanggan. Sebelum perusahaan memutuskan untuk menyetujui permintaan atau penambahan kredit oleh para langganan perlulah kita mengadakan evaluasi resiko kredit dari para langganan tersebut.
Pada umumnya bank atau perusahaan dalam mengadakan penilaian rsiko kredit adalh dengan memperhatikan lima “C” yaitu :
1.    Character, menunjukan kemungkinan atau probabilitas dari lapangan untuk secara jujur berusaha untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya.
2.    Capacity, ialah pendapat subjektif mengenai kemampuan dari langganan.
3.    Capital, diukur oleh posisi financial perusahaan secara umum.
4.    Collateral, dicerminkan oleh aktiva dari langganan yang dikaitkan atau dijadikan jaminan bagi keamanan kredit yang diberikan kepada langganan tersebut.
5.    Condition, menunjukan impact (pengaruh langsung dari trend ekonomi pada umumnya terhadap perusahaan yang bersangkutan).

2.1.6    Masalah Pertukaran (trade in) di dalam Penjualan Angsuran

       Yang dimaksud pertukaran disini adalah apabila penjual menyerahkan barang-barang baru dengan perjanjian angsuran, sedangkan pembayaran pertama (down payment) dari pembeli berupa penyerahan barang-barang bekas. Barang bekas tersebut dinilai atas perjanjian yang telah diadakan antara pihak penjual dan pembeli.
       Bagi si penjual, meskipun ia sudah terikat dengan perjanjian penjualan angsuran yang telah dibuat tetapi untuk lebih aman dan hati-hati, maka barang yang diterima dari pertukaran tadi harus dinilai kembali dengan memperhatikan kemungkinan adanya revisi atau perbaikan-perbaikan suatu tingkat laba pada umumnya yang diharapkan dari penjualan kembali barang bekas tersebut. Dalam hal ini terhadap barang-barang yang diterima harus dicatat sebesar harga penilaian, yang dianggapnya sebagai “cost ” (estimated cost). Sedang jumlah harga barang yang diterima menurut tawar-menawar dalam perjanjian (trade in), bukan merupakan “cost ” tetapi merupakan  haraga pertukarannya.
     Perbedaan antara estimated cost dengan harga pertukaran dicatat dalam rekening “Cadangan Perbedaan Harga Pertukaran”.

2.1.7    Masalah Pembatalan Kontrak dan Pemilikan Kembali

       Apabila si pembeli gagal untuk memenuhi kewajibannya seperti yang tercantum di dalam surat perjanjian penjualan angsuran, maka barang-barang yang bersangkutan ditarik dan dimiliki oleh penjual. Dalam hal ini pencatatan yang harus dilakukan dalam buku-buku sipenjual, akan menyangkut :
1.    Pencatatan pemilikan kembali barang dagangan.
2.    Menghapuskan saldo Piutang Penjualan Angsuran atas barang-barang tersebut.
3.    Menghapuskan Saldo Laba Kotor yang belum direalisasi atas penjualan angsuran yang bersangkutan dan,
4.    Pencatatan keuntungan atau kerugian karena pemilikan kembali barang-barang tersebut.
       Sebagaimana halnya dengan persoalan pertukaran seperti diterangkan dimuka, maka dalam pemilikan kembali barang dagangan juga diperlukan penilaian kembali harag barang tersebut, haru mempertimbangkan juga sejumlah keuntungan normal yang diharapkan apabila barang itu dijual kembali.
Ayat jurnal yang dibuat pada kasus pihak pembeli gagal memenuhi angsuran yang harus dibayar dan pihak penjual memiliki kembali harat benda itu adalah sebagai berikut :
Persediaan Barang Dagangan Pemilikan Kembali        xxx
Laba Kotor Yang Belum Direalisasi                xxx
Laba karena pemilikan kembali                xxx
Pitang Penjualan Angsuran                    xxx

2.1.8    Pengakuan Laba Kotor Dalam Penjualan Angsuran

Ada dua pendekatan umum yang dapat diambil pada penetapan laba kotor atas penjualan angsuran, yaitu:

1.    Laba kotor dikaitkan dengan periode penjualan yang terjadi.
       Laba kotor dalam periode penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi dengan penanganan seperti penjualan ,dimana pada saat barang ditukarkan dengan klaim secara hokum dapat dipaksakan kepada pembeli. Prosedur ini membutuhkan penetapan semua beban yang menyangkut penyelenggaraan penjualan piutang tak tertagih pada saat penjualan. Hal ini dilakukan dengan mendebet perkiraan beban yang bersangkutan dan dengan mengkredit penyisihan untuk beban yang diantisipasi.

2.    Laba kotor dikaitkan dengan periode penagihan perkas atau sesuai kontrak.
       Penetapan laba kotor dalam periode penagihan per kas, penjualan angsuran dapat dipandang sebagai transaksi khusus dengan penangana laba kotor yang dilakukan dalam periode penagihan piutang angsuran dan bukan dalam perode dimana piutang timbul. Arus masuk kas kemudian menjadi kriteria penetapan pendapatan. Pada pengguanaan pendapatn ini dapat ditempuh harus dipertimbangkan dengan seksama untuk memilih prosedur pengukuran laba bersih yang memuaskan. Prosedur penetapan laba kotor dalam periode penagihan perkas adalah sebagi berikut :
a.    Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali haraga pokok.
Penagihan per kas  atau kontrak penjualan angsuran terutama menyatakan perolehan kembali haraga pokok. Stelah harga pokok diperoleh kembali maka semua penagihan berikutnya dianggap sebagai laba. Prosedur ini dalam banayak hal sangat konservativ dan didukung banyak keraguan mengenai nilai yang dapat diperoleh kembali, baik dengan berkaitan dengan saldo atau sisa kontrak angsuran maupun yang berkaitan dengan barang-barang yang terkena pemilikan kembali.

b.    Penagihan dipandang sebagai realisasi laba.
Penagihan dapat dipandang terutama sebagi realisasi laba kotor ataa kontrak  penjualan angsuran. Setelah seluruh laba atas transaksi ditetapkan, maka semua penagihan per kas berikutnya dianggap perolehan kembali atas harga pokok. Prosedur ini dipandang tidak begitu konservatif dilihat dari kemungkinan bahwa ketidakmampuan membayar dan pemilikan kembali atas masa laku kontrak akan mengganggu margin awal.

c.    Penagihan dipandang sebagai perolehan kembali harga pokok dan realisasi laba.
Setiap penagihan atas kontrak penjualan angsuran dianggap baik sebagai perolehan kembali haraga pokok maupun sebagi realisasi laba dalam rasio dimana kedua factor ini terdapat dalam harga jual awal. Metode ini dimaksudkan untuk membagi laba kotor penjualan angsuran atas masa laku kontrak angsuran. Biaya kontinyu atas kontrak angsuran sebanding dengan laba kotor yang ditetapkan dalam periode berturut turut karena kegagalan yang mungkin akan merealisasi seluruh jumlah laba kotor, dan pada pihak pembeli yang tidak mampu untuk membayar maka harus diperhitungkan.

2.1.9    Penyajian Laporan Keuangan

       Penyajian informasi penjualan angsuran didalam laporan keuangan (yang berupa neraca dan perhitungan rugi laba) tidak banyak berbeda seperti penyusunan laporan-laporan keuangan pada umumnya. Hanya disini, dalam neraca akan terdapat rekening “ Piutang Penjualan Angsuran ” dan “ Laba Kotor yang belum Direalisasi ” yang erat hubungannya dengan pelaksanaan penjualan angsuran tersebut.
Persoalan yang timbul adalah didalam kelompok atau group rekening mana “Piutang Penjualan Angsuran” dan “Laba Kotor yang Belum Direalisasi” itu diklasifikasikan dalam neraca.
       Apabila Piutang Penjualan Angsuran dicatat sebagi golongan aktiva lancer, maka posisinya sama dengan piutang biasa, sehingga dapat diinterprestaskan sebagai aktiva yang dapat dikonservasikan menjadi uang kas dalam siklus operasi normal perusahaan (tidak lebih dari 1 tahun). Padahal untuk transaksi penjualan angsuran, realisasi piutang menjadi uang kas mungkin meliputi jangka waktu lebih dari satu tahun.
       Dengan tidak menyimpang dari prinsip aktiva yang lazim, maka “Piutang Penjualan Angsuran” paad umumnya dapat dilaporkan sebagi golongan “aktiva lancer” dengan diberikan penjelasan tertentu sehingga jelas dan tidak menyesatkan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan yang bersangkutan. Misalnya dengan memberikan “footnote”  atau melampirkan daftar piutang penjualan angsuran dengan menyebutkan tanggal dan jangka waktu piutang tersebut akan jatuh tempo.
       Untuk “Laba Kotor Yang Belum Direalisasi” didalam neraca dapat juga dicantumkan kedalam salah satu dari ketiga kelompok berikut :
1.    Sebagai hutang (liability) dan dilaporkan dibawah ini kelompok “Pendapatn Yang Masih Akan Diterima” (deferred).
2.    Sebagai  rekening penilaian (valuation account) dan mengurangi rekening “Piutang Penjualan Angsuran”.
3.    Sebagai rekening modal dan dicatat sebagai bagian dari laba yang ditahan (retained earning).
        Laba kotor yang belum direalisasi dari penjualan angsuran biasanya disajikan dalam kelompok hutang didalam neraca sebagi “Pendapatan Yang Masih Akan Diterima” (deferred revenue). Penyajian semacam ini dilaksankan karena penjualan angsuran sesungguhnya menaikan posisi modal kerja perusahaan. Tetapi pengakuan tambahannya modal kerja ini harus menanti pengubahan piutang penjualan angsuran ke dalam uang tunai (mananti pembayarn dari langganan yang bersangkutan).

2.1.10    Masalah Bunga Pada Penjualan Angsuran
        
        Didalam perjanjian penjualan angsuran, biasanya penjual disamping memperhitungkan laba juga memperhitungkan baban bunga terhadap jumlah harga kontrak yang belum dibiayai oleh pembeli.
        Bunga adalah sejumlah uang yang dibayarkan sebagi kompensasi terhadap apa yang dapat diperoleh dengan pengunaan uang tersebut. (Bamabang Riyanto, 1995; 105)
Di dalam perjanjian penjualan angsuran, biasanya penjual disamping memperhitungkan laba juga memperhitungkan beban bunga terhadap jumlah harga dalam kontrak yang belum dibiayai oleh pembeli. Beban bunga ini biasanya dibayar bersama-sama dengan pembayaran angsuran atas harga menurut kontrak.
       Kebijaksanaan pembayaran bunga secara periodic pada umumnya dilakukan dalam bentuk metode seperti tersebut dibawah ini :


1.    Bunga secara periodik diperhitungkan berdasarkan dari sisa harga kontrak cara semacam ini biasa disebut dengan Metode (sisa ) Harga Kontrak Kelebihan dari metode ini adalah mendapatkan tingkat bunga yang sangat tinggi dan dapat menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan kelemahannya adalah dengan tingginya tingkat bunga bias mengakibatkan kurangnya daya beli konsumen untuk produk tersebut karena tingkat bunga ini memberatkan konsumen. Metode ini tidak banyak menimbulkan persoalan perhitungan yang terperinci. Sebab besarnya bunga cukup ditentukan sekali saja, dan selanjutnya pembayaran bunga pada setiap angsuran adalah sama besarnya.
Rumus bunga per bulan :


і    x    Sisa harga kontrak


Dimana :     і  Merupakan persentase tingkat bunga per bulan


2.    Bunga diperhitungkan dari sisa harga pokok kontrak selama jangka waktu angsuran. Cara semacam ini sering disebut sebagai “long end interst”. Kelebihan dari metode ini adalah metode yang dapat memudahkan konsumen dalam memenuhi sisa pembayaran angsurannya karena bunga yang dibebankan semakin menurun dari angsuran pertama hingga angsuran yang terakhir, sedangkan kekurangannya adalah pendapatan bunganya sangat rendah. Pada cara ini beban bunga diperhitungkan berdasarkan jangka waktu yang sama untuk setiap angsuran (misal setiap 1 atau 2 bulan ). Akan tetapi sebagi titik tolak perhitungan bunga dipakai sisa harga kontrak pada setiap awal periode angsuran yang satu dengan angsuran yang berikutnya.
Rumus bunga perbulan :

i    x    sisa harga kontrak bulan sebelumnya
      
Dimana :     i merupakan persentase tingat bunga per bulan


3.    Bunga diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar, yang dihitung sejak tanggal perjanjian ditanda tangani sampai tanggal jatuh tempo setiap angsuran yang bersangkutan. Cara semacam ini sering disebut sebagai “short end interest ”. kelebihan dari metode ini adalah sama dengan metode Long end Interest diatas hanya saja bunga yang dibebankan dari angsuran pertama hingga angsuran terakhir semakin meningkat, sedangkan kekurangan dari metode ini adalah pendapatan bunganya sangat rendah.
Rumus bunga per bulan :


і  x  periode pembayaran ke–n  x  angsuran atas pokok piutang yang tetap jumlahnya


Dimana :     і   merupakan persentase tingkat bunga perbulan



2.2       Alat Analsis
1.    Bunga secara periodik  diperhitungkan berdasar dari sisa harga kontrak, yakni pada cara terakhir ini tidak banyak menimbulkan persoalan perhitungan yang terperinci. Sebab besarnya bunga cukup ditentukan sekali saja, dan selanjutnya pembayaran bunga pada setiap angsuran adalah sama besarnya.
 Rumus bunga per bulan :

і    x    Sisa harga kontrak

Dimana :     і  Merupakan persentase tingkat bunga per bulan

2.    Metode “Long end Interest” yaitu bunga yang diperhitungkan dari sisa harga kontrak selama jangka waktu angsuran. Pada cara ini beban bunga diperhitungkan berdasarkan jangka waktu yang sama untuk setiap angsuran (misal setiap 1 atau 2 bulan ). Akan tetapi sebagi titik tolak perhitungan bunga dipakai sisa harga kontrak pada setiap awal periode angsuran yang satu dengan angsuran yang berikutnya.

Rumus bunga perbulan :


i    x    sisa harga kontrak bulan sebelumnya

Dimana :     i merupakan persentase tingat bunga per bulan

3.    Metode “Short End Interest” yaitu bunga yang diperhitungkan dari setiap angsuran yang harus dibayar, yang dihitung sejak tanggal perjanjian ditandatangani sampai tanggal jatuh tempo setiap angsuran yang bersangkutan. Metode ini merupakan kebalikan metode no.1 diatas. Pada metode ini, bunga diperhitungkan dari besarnya angsuran yang tetap jumlahnya, sedangkan jangka waktnya selalu dihitung dari permulaan ditandatanganinya atau berlakunya perjanjian sampai dengan saat pembayaran angsuran yang bersangkutan.
Rumus bunga per bulan :

і  x  periode pembayarn ke–n x angsuran atas pokok piutang yang tetap jumlahnya

Dimana :     і   merupakan persentase tingkat bunga perbulan


2.3       Kajian Sejenis
2.3.1    Analisis Perhitungan Bunga Penjualan Angsuran Sepeda Motor Pada PT. Idaman Megah Indah
Penelitian ilmiah ini dibuat oleh Yudi Maha Daramawan (21203129) pada tahun 2006, dengan kesimpulan sebagai berikut :
1.    Penerapan bunga angsuran yang tepat untuk perusahaan adalah dengan metode sisa harga kontrak. Ini terlihat dari pendapatan bunga yang dihasilkan lebih besar dan menguntungkan bagi perusahaan.
2.    Metode sisa harga kontrak merupakan metode yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dengan pendaptan bunganya tinggi sebesar Rp.2.900.000, ini disebabkan tidak berubahnya bunga dari periode ke periode. Sedangkan bunga yang dibebankan tetap dari periode  ke periode yaitu sebesar Rp. 263.637.

2.3.2    Analisis Metode Perhitungan Bunga Pada PT. Adira Multi Finance (Studi Kasus PT. Kagomi Jaya Motor)
Penelitian ilmiah ini dibuat oleh Maria  (20203657) pada tahun 2006, dengan kesimpulan sebai berikut :
1.    Metode perhitungan bunga penjualan angsuran yang diteapkan perusahaan adalah Metode Flat, yang jumlah bunga angsurannya sebesar Rp.6.029.100.
2.    Dari hasil perbandingan yang telah dilakukan oleh penulis antara Metode Flat dengan beberapa metode yang lain maka dperoleh hasil sebagai berikut, yaitu dengan Metode Long End Interest jumlah bunga angsuran yang diperoleh sebesar Rp.3.140.156,25 dalam metode ini bunga yang dibayar setiap periode semakin lama semakin kecil. Meskipun Metode Short End Interest berbeda dengan metode Long End Interest tetapi jumlah bunga angsuran yang diperoleh dengan menggunakan Metode Annuited adalah sebesar Rp.3.435.659,45. Pada metode ini pembayaran menurut kontrak setiap periodenya adalah sama.












0 Comments:

Post a Comment